<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar/8898902145855389972?origin\x3dhttp://diaridara-to-darma.blogspot.com', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>




Thursday, June 21, 2007

Sekolah tamat. Kami bertiga, gue, Samuel sama Rio perhatiin Gino yang sedang menunggu cewek bernama Sanano yang hari tu mau kenalin gue. Gino keliatannya gelisah kerna Sanano lambat gitu. Ya! Itu pun Sanano keluar. Bagi simpulan senyum lagi.

"Kayaknya gratis juga ya cewek tu," kata Samuel sambil menggaru dahinya yang ngga gatal.
"Gratis itu gratis.. Tapi lo boleh tahan sama cewek materialistik?" ugut gue.
"Kalo yang materialistik tu gue kagak mau dong! Bazirin langsung uang gue... Mau beli barang sendiri pun kagak cukup," kata Samuel.
"Mmm.. Iyalah tu," kata gue.

Gino masih kali berpegang tangan sama Sanano. Sanano pula begitu rapat-rapat bener. Rio kata," Sori banget ya.. Gue lagi ada latihan ni. Daah dulu ya!!" Rio terus nunggang basikalnya dengan laju.

"Dar, mau ngga gue hantarin lo pulang?" Samuel bertanya. Gue ngangguk, "Boleh juga tu..." "Ya tapi jangan lupa jemputin gue minum di rumah lo," kata Samuel.

Sampe aja di rumah, aku menjemput Samuel masuk ke dalem. Bokap ada di dalem masih sibuk mengemas. Samuel menyapa Papa.

"Samuel? Dari sekolah ya? Kok lewat di sini? Emangnya ada apa?" tanya Papa.

"Enggak siih, paman. Cuman mau singgah-singgah aja. Lagian di rumah nggak ada siapa-siapa. Purda pergi jalan-jalan sama temen-temennya." jawab Samuel, duduk di sofa.

"Oh, begitu. Kalo gitu, tunggu sebentar ya. Paman pergi bancuh air tehnya." kata Papa, permisi untuk pergi ke dapur.

Aku pun duduk di sofa. Aku menghelah nafas bukan kerna kecapekyan tetapi haus. Dirna belum pulang kerna katanya hari ini dia mempunyai latihan tennis. Mungkin minggu depan ada perlawanan tennis. Rio jugak mungkin aja praktis bola keranjang kerna perlawanannya jugak akan tiba.

"Purda umurnya berapa sekarang?" tanay gue tiba-tiba.

"Sebelas. Kenape lo tanya tiba-tiba?"

"Nggak apa-apa. Cuma mo tau aja. Oh, maknanya sama umur dengan Dirna," kata gue.

"Asal lo tau ya. Purda itu suka adik lo. Dia selalu aja kata yang Dirna itu cakep, pintar, pendiam nggak banyak bicara dan sopan lagi. " sampuk Samuel.

"Bener kata lo? Masa siih sepupu lo suka sama Dirna? Bukan kah dia itu cewek yang suka cowok keren bukan yang pintar?"

"Iya. Tapi keliatannya dia 'syok' siih sama Dirna. Mungkin aja kali Dirna ada buat 'sesuatu' yang membuatnya jatuh cinta gitu..." pikir Samuel.

"Mungkin kali ya," setuju gue.

"Air udah sampe!! Jemput minum ya, Samuel." jemput Papa.

"Makasih, paman. Uiss.. Sedap bangeeet!!!" puji Samuel, dia meneguk air itu sehingga habis. Kemudian dia pun permisi untuk pulang. Katanya ada latihan Karate petang ini. Dan kakeknya nyuruh dia pulang cepet sebelum pukul 4.

"Papa, mo tau nggak. Purda suka sama Dirna...." kata gue.

"APA??"