<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar/8898902145855389972?origin\x3dhttp://diaridara-to-darma.blogspot.com', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>




Wednesday, May 30, 2007

"Tadaima!!"

Itu bahasa Jepang. Maknanya 'aku udah pulang!!" gitu. Papa yang di dapur menyahut.

"Okairi nasai. Udah pulang? Kok lambat? Lewat di kedai buku ya? Kok ngga nelpon papa?"
"Lupa deh, pa. Lagian tengah khusyuk deh baca buku."
"Buku apa kali ini?"
"Buku ini."

Aku memberikan papa buku 'Hutang sayang!!' Papa liat buku itu dengan membuat muka aneh.

"Buku apaan ini? Tentang hutang? Emangnya dia punya hutang sama siapa?"
"Begini ceritanya. Nama lelaki tu Aswo. Lelaki cakep katanya. Trus dia punya tiga istri. Tapi ketiga-tiganya ngga tau yang dia udah beristri. Istri pertama lewat 27 tahun gitu-gitu, istri kedua lewat 22 gitu-gitu dan istri ketiga umurnya baru 17 tahun...."

Aku berenti sebentar kerna aku sedang meneguk segelas air.

"Jadi... Dia punya banyak hutang terhadap istri pertama dan kedua."
"Mengapa begitu? Banyak hutang kerna pinjam duit?"
"Bukan begitulah. Begini, kerna dia selalu spend time sama istri yang ketiganya. Dia ngga pulang selama seminggu. Alasannya banyak kerja truus aja. Jadi dia sudah berhutang sama mereka bukan kerna wang tapi melapangkan masa dengan mereka gitu!"
"Oh baru papa paham. Kalo gitu, papa mau pinjam selepas saja kamu selesai baca. Udah makan?"
"Belum, pa. Kakyaknya perut mau pecah ini. Buatin Darma coklat panas ya. Udah kedinginan ni."
"Ya udah. Nah, ni biskut kegemaran kamu."

Ah, itulah papa gue. Hehehe... Dia suri rumah tangga. Sebenarya dia punya kantor sendiri cuma perkerjaannya ngga begitu sibuk seperti mama. Dialah yang menjaga kami dua adik-beradik. Dia yang menanggung semua dapur-dapur dan rumah. Kayak ibu rumah tangga gitu. Rame temen-temen amazed gitu terhadap papa gue. Kata mereka, cowok kan harus berkerja bukan menjadi suri rumah tangga. Gue hanya menahan ketawa kerna gue ngga tau jawapannya. Gue boleh kata yang gue rapat sama papa. Dia kayak mama-mama yang lain. Dia suka belain rambut gue. Papa banyak ngobrol sama kami tentang kehidupan dan lain=lain. Selain itu dia juga minat apa yang kita suka. Ngga dikit pun tidak. Cuma kalo kita nyalah guna, pasti aja dia melenting!

Kalo mama, mama sibuk banget. Tapi sesibuk mana pun dia tetep tidak lupain kita semua. Dia nanya kabar kita semua. Kadang-kadang dia pulang kerna terlalu kangen sama kami walaupun kerja-kerjanya belum selesai. Papa akan mengomel mama dan mama truss nangis. Papa trus jadi kapok dan mujukin mama. Lucu banget kalo papa mujukin mama.

Satu lagi di keluarga adalah adik gue yang baru aja umur 11 tahun. Dirna. Itu adalah namanya. Bukan cewek tapi cowok. Namanya Dirna kerna ibu suka kan nama itu walaupun pendapat papa nama itu hanya untuk cewek. Dirna orangnya kayak gue. Suka membaca dan menulis. Tetapi paling ia suka ialah melukis. Selepas ke kedai buku pasti aja dia akan ke Art Shop untuk liat update-update yang ada di sana. Lukisannya gratis lagi-lagi dia lukis gambar keluarga kita. Emang mirip!

"Tadaima!!"

Aku pun menjenguk ke luar dapur. Aku kenal suara itu kok kerna itu adalah Dirna. Pasti baru pulang dari Art Shop.

"Dari Art Shop?"
"Iya."

Apa gue kata! Benarkan?

"Ada apa yang baru di sana?"
"Ngga ah. Cuma liat-liat aja. Kak, gi mana?"
"Kak lagi pinjam buku 'Hutang sayang!!'"
"'Hutang sayang!!'? Buku apa itu?"
Nah, kalo mau tau!"

Gue pun memberinya. Dirna membaca dengan telitinya. Kemudian dia tersenyum.

"Waah!! Kak, kayaknya bagus deh. Boleh pinjam?"
"Isskh... Gi mana ya?" Aku menggaru kepalaku.
Mata Dirna terkebil-kebil kehairanan melihat gue menggaru kepala kayak monyet.
"Emangnya ngga boleh kak?"
"Bukan gitu. Papa mau baca juga. Tapi jangan bimbang dong. Sok gue bilang sama pembayar tu dan gue akan beli buku ini. Dan lo sama papa boleh baca sepuasnya!"
"Makasih, kak! Waah cookies! Mau dikit?"
"Ambil aja."

Kami ngobrol-ngobrol dan papa muncul ke dapur dengan muka marah-marah gitu. Kami pun agak siih terkejut.Dirna lagi, kasihan, baru aja pulang dimarahin sama papa.

"Siapa punya kerja ini?"
"Siapa apa, pa? Datang dapur kok marah-marah!"
"Papa tanya siapa kotorin baju papa, hah??"

Aduh! Mampuuss gue. Gue yang kotorin. Sebentar. Sebelum ke sekolah, gue cari baju sekolah gue, gue cari dalam masa ribut gitu. Gue cari baju itu di luar yang baru saja tersidai. Nasib baik udah kering. Akibat salah baju, gue pun campak tanpa perasan yang baju tu adalah baju kegemaran papa!

"Err... Err.. Saya, pa."
"APA!!!!!"
"Tapi saya kok ngga sengaja!! Masa tu saya lagi ribut cari baju!"
"Kalo gitu jangan campak dong baju papa!!!"
"Arrgghh!!!"