<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d8898902145855389972\x26blogName\x3dDIARI+DARA+TO+DARMA\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dSILVER\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://diaridara-to-darma.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://diaridara-to-darma.blogspot.com/\x26vt\x3d4978034098595340590', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>




Friday, April 30, 2010

Pertemuan dan pengenalan udah selesai. Gue pun menukar baju ke t-shirt. Haii.. Keliatannya panas ya hari ini! Bokap ke dapur mencuci gelas-gelas yang ia menyediakan untuk tetamu-tetamu istimewa hari ini. Dirna pula ke bilik kemudian gue liat ia pun mengenakan t-shirt sambil memegang ART JOTTERBOOK. Mungkin ia mau melukis kalii!!!

TOK! TOK! TOK!

"Siapa itu? Darma! Pergi buka pintu lor...," kedengaran suara bokap dari arah dapur.

Gue nggak ngata apa-apa sejurusnya ke pintu utama. Gue pun buka dan lalu....

"Darma! My honey! Tadaima!!!"

Ah.... Ternyata Luna, isteri gue udah sampe! Happy banget ni!! Dia truss dakap gue... Dan gue membalesnya, mengusap rambutnya yang ikal dan licin. Dia trus kucup gue! Yeahaa!! Kemudian dia mendapati Dirna lalu juga didakapinnya lalu ke bokap dengan mengucup pipi bokap.

"Lun, kok siang banget lo sampe? Emangnya kata lo, lo sampe malam," kata gue, mencakak pinggang.

Luna senyum-senyum gituh, lalu menjawab, "Eeiih... Mau ngasih surprise deh!!"

Gue menarik muka masam. Walaupun gue senang Luna udah tiba tapi gue nggak juga senang kalo Luna tipu-tipu gituh... Ketika gue nelpon dia, dia malah ngasih convince giler ke gue yang nanti malamnya dia sampe kok tiba-tiba nggak ada angin nggak ada ribut dia udah nyampe!!

Gue melipat lengan dan memalingkan badan gue darinya. Luna mula gelisah dan menggoncang bahu Dirna seperti dengan reaksi berkata 'adakah gue berbuat salah?' Apabila diliat Dirna hanya menggelengkan kepalanya, Luna lalu beralih ke papa yang sedang tersenyum kambing. Papa tidak berkata apa-apa kecuali menunjukkan reaksi kepada Luna supaya mujukin gue. Setelah itu papa pun menarik Dirna ke dapur. Tinggal lah kami berdua...

Luna mendekati gue dan berkata dengan suara yang bersalah, "Aduh, Dar... Maafin gue ya. Gue nggak bermaksud mau nipu lo. Tapi kan untuk ngesurprise-in lo. Nggak salah kan??"

"Kan lo udah tau kalo gue nggak suka sama surprise-surprise ginian..."

"Iya. Tapi...," kata Luna dengna tersekat-sekat.

"Tapi apa?" tanya gue. Gue meninggikan suara. "Kenapa lo berbuat demikian?"

"Aduh... Darma, maafin gue ya. Gue nyesaal banget gue lakuin itu. Janji nggak akan lakuin lagi!!"

"Ya udah. Gue sebenarya siih nggak marah sama lo cuma sedikit kaget aja. Ya maklumlah, lo sampe siang. Dan untuk pengetahuan lo ya, gue sebenarya senaangg banget dapat ketemu lo lagi! Rindu gue dekat setengah napas lagi bisa hidup. Akhirnya dimakbulin juga!" kata gue, tersenyum dan memegang dagu Luna dengan manja.

"Aah!! Mas Darma JAHAT!!! Bikin gue takut aja... Gue pikir lo betul-betul marah...," kata Luna, menginjak-nginjak lantai lembut.

"Sorry deh. Ayuh ke atas.... Biar gue ngangket koper lo..."

Sejurus ke tangga, bokap keluar dari dapur dan liat kita udah baik-baikan lalu ia pun menyampuk.

"Wah! Udah baik-baikan nih! Luna, lepas ini kamu turun dan makan tengahari bersama. Dirna masak."

Luna mengangguk dan menyambung langkah menaiki tangga.

Di bilik Luna....

"Kopernya letak di sini aja!" arah Luna.

Gue meletakkan dua koper Luna ke tepi pintu dan melonggoknya ke kiri agar tidak menghalang jalan. Luna merebah punggunnya ke katil dan gue juga ikut serta. Luna melepaskan jam tangannya yang sudah beberapa lama melekat di gelangan tangan dan meletaknya tepi. Kemudian kita saling berpandangan. Tersenyum dan kemudia ketawa mengingati kisah tadi. Luna menyandar ke bahu gue. Terasa hangat dan lembut di sisi Luna. Gue gituh rindu amat sama dia. Walau begitu, kita berdua belum lagi melakukan hubungan 'itu'. Ini kerna kita berpendapat bahawa kita ini masih muda. Dan gue dapatin ke diri gue yang gue ni belum bersedia pun mahu 'melakukannya'. Begitu juga Luna. Kami hanya menunggu masa yang tepat dan sesuai. Mungkin kami berpikir sebaiknya selepas tamat persekolahan.

"Oh ya. Gimana pertemuan bakal istri Dirna? Sukses nggak?" tanya Luna dan ia menatap gue dengan mata berkaca.

"Emm... Iya. Baik-baik aja. Keliatannya mereka berdua suka sama-sama. Ya... Jadi nggak masalah lah... Gue rasa lebih baik lo nanya tu anak pendapatnya... Juga nanya papa."

Luna ngangguk tanda setuju, "Ya iya lah... Nanti gue nanya. Penasaran nih!"

Gue tersenyum lalu kami menggesel bibir kami buat seketika sehinggakan.....

"Kak Darma! Kak Luna! Ayuh makan tengahari... Udah siap nih!" teriak Dirna dari bawah.

Kita berdua tersentak dan berhenti menggesel bibir. Kita berdua turun ke bawah.



Sunday, October 7, 2007

"Ok anak-anak.... Jangan lupa hantarkan kerja-kerja latihan ini pada hari selasa depan ya!!! Oh ya, jangan lupa. Selasa depan juga bapak akan adakan kuis sains. Jadi jangan lupa ulangkaji ya!!"

"Aaahhh...." mengurut anak-anak sambil meletakkan kepala mereka ke meja. Gino memusing badannya sambil menrungut teruuss...

"Ala.. Males gue ulangkaji sains pak Kabir. Buang masa aja!!!"

"Ya, apa boleh buat siih.. Belajar aja." kata Damon, yang duduk disebelah gue menyampuk.

"Tapi kan... Arrggh!! Pokoknya gue males ni.. Minggu ni, nyokap gue nyuruh gue temenin dia ke Kuala Lumpur." kata Gino, membelek kotak pensel gue. Gue merampas darpadanya dan trs gue masuk-in ke dalam beg.

"Eh, Lo Dar... Kok nggak bicara banyak hari ini?" tanya Gino.

"Gimana gue mau banyak bicara kalo gue lagi haus ni. Udah!! Gue mo pulang...." gue menarik beg dan terus melangkah... Gino mau ikut tapi gue menghalangnya

Di rumah.....

"Dirna, kamu udah siap belum?" teriak papa dari ke biliknya.

"Sebentar, pa.." jawab Dirna, membetulkan tali lehernya. Gue udah siap cuman belum sikat rambut. Guess what? Bakal calon isteri Dirna akan datang sore ini. Aku liat tali leher kok crooked siih.

"Lor, sini. Kok crooked tali leher lo. Sini mari kakak betulkan." seloroh aku. Dirna senyum simpul dan berterima kasih. Selepas saja udah di betulin, Dirna gegas keluar dari kamar sedangkan aku lagi nyikat rambut. Papa mengetuk pintu sedangkan pintu itu terbuka luas.

"Lor, Katanya udah siap! Kok lagi nyikat nih! Ayuh, ke bawah.. Calon Dirna udah sampe nich!"
Aku mengangguk. Dan papa menanya, "Gimana sama Luna? Emangnya dia tau nggak sih?" Aku menjawab, "Ya iyalah!! Dari semalam, Darma udah nelpon dia. Katanya mungkin malam ini dia netap.. Kan dia udah mula cuti!!"
"Bagus la begitu. Papa juga udah kangen sama dia..."
"Pa, udah sampe ni. Tolong buka ni pintu!!" sahut Dirna. Aku liat raut muka Dirna kelihtan nervous deh.. Maklumlah.. Hehehe...
"Kak Dar kok ketawa sendiri-sendiri. Serramm banget liat kak," kata Dirna, sempat lagi dia bergurau. Pintu luar dibuka dan kami ternampak dua gadis jelita yang sungguh menawan tersenyum ke arah kami serta ibu bapanya. Kayak dorang seperti Luna. Gadis tinggi sepertinya udah menikah (asal tau aja lho!!) kerna aku dapat meliat mukanya yang sudah biasa dengan pertemuan ini. Gadis yang manis sebelah kakaknya jambu banget!!

"Selamat sore, Pak Takamori. Memang tepat pada masanya!" ujar Papa, sambil berjabat tangan. Aku dan Dirna pon menyambutnya. Ibu Maskara senyum dan memegang kepala Dirna, kayak amat berkenan. Papa duduk betul-betul berhadapan dengan Pak Takamori sama Ibu Maskara. Aku duduk depan si kakaknya yang ternyata namanya Julia. Dan Dirna duduk di hadapan gadis cilik itu. Hah! Namanya Juria!! Comel bukan??? Mereka begitu keliatan cocok amat!!..
Oleh kerna Dirna malu ingin memulakan bicara jadi aku pon memulakannya.

"So, kamu Julia kan dan ini Juria kan??" Mereka berdua mengagngguk. "Kang Darma udah nikah ya?" tiba-tiba muncul pertanyaan Julia. Aku pon menjawab, "Ya." denga ringkas.
"Emangnya Julia juga udah menikah?"
"Ya iya.. Ni! sedang berbadan dua..."
"Hah? Apa? Berbadan dua?" teriak Dirna dan aku.
"Dimana suami kamu?" tanyaku.
"Oh, dia di Australia. Lagi sedang belajar kos photography. Lah... Dia mau jadi juru kamera!! Mungkin dia pulang bila pernikahan kamu berdua udah lancar gitu." katanya sambil melirik ke arah Dirna dan adiknya.
"Lor, Kang Darma mana istrinya?" tanya Julia. Aku menjawab, "Oh, istriku lagi dalam perjalanan. Mungkin ntar lagi dia dateng. Dia udah mula cuti, jadi dia netap di sini... Oh ya! Luna namanya..."
"Cantik namanya itu. Emang comel banget orangnya?" tanyanya lagi.
"Emm... Biasa aja. Bak aku."



Friday, September 21, 2007

"Apa lo kata? Purda, sepupu Samuel itu suka sama Dirna??" tanya papa, mengerut dahinya.

"Bener, pa... Samuel sendiri yang kata!" sahut gue, mau kasi papa percaya.

"Tapi kan Dirna kan masih 11 tahun. Mana boleh pacaran!"

"Pa, dia nggak pacaran. Tapi ini soal si Purda itu suka sama Dirna!!!" gue menarik baju papa.

"Pokoknya, papa harus tanya sama Dirna bila dia pulang," kata papa, masih nggak percaya. "Papa nggak berapa berkenan sama Purda."

Papa trus ke dapur. Tinggal gue sendirian. Ya, papa being protective kerna Dirna akan bernikah langsung lagi bila umurnya meningkat 12. Nikah sama siapa pun boleh tapi jangan si Purda. Ding Dong! Kayaknya Dirna udah pulang!!

"Tadaima!!!"

"Kemari sini, LO!!!" gue menarik lengan Dirna dan terus membawanya ke bilik kami.

"Apaan si, Kak?"

"Sshh.. Diam aja," gue mengambil satu jari dan menutup bibir gue supaya senyap dan gue trus kunci bilik.

"Dir, kak mo tau... Lo suka nggak sama Purda?"

"Purda? Ya suka sih.. Kenapa?"

"Arrghh! TIDAAK!!" jerit gue. Mampooss!! Kalo papa tau tau pasti ribuuut!! Dirna suka sama Purda? Bermakna mereka saling mencintai.. Aduhh!!! Gi mana nih?? Mama nggak kisah tapi papa nii.. Purda? Tapi kenapa mesti suka sama dia???

"Kak...!"

Ohh!! Tidak... Benda ini tidak harus terjadi... Papa, janga mati ya!

"Kak...!!"

Tapi kalo papa 'mati' juga gi mana? kita bisa jadi anak atim! Duh!! Nanti mama yagn susah jagain kita.

"Kakak Darma!! Budek siih?? Kok nggak denger??" pekik Dirna. "Emang siih kenapa sama kakak?"

"Kita repot, Dir.... Kalo papa tau, papa tidak bisa menerima!"

"Wei... Wei... Nanti dulu, kak... Apa kakak kata? Kita repot? emangnya kenapa siih?" tanay Dirna, bingung sambil mengusap kepalanya.

"Iyalah... Kan kata yang lo ni suka sama Purda.. Ya, papa kan ngga berapa suka sama Purda."

Kita diam sejenak. Tiba-tiba di sudut mata Dirna seperti bermain. Dia tersenyum lalu berkata dengan tenang, "Oh jadi ceritanya begini. Lo sama papa duga yang Dirna suka sama Purda dan kita saling mencintai..? Hahaha.... Itu sesekali nggak bener, kak!! Bener, Purda suka sama Dirna. Tapi, Dirna tolak dia kerna Dirna tau Dirna akan menikah nanti. Lagipun Dirna siih, Dirna suka dia sebagai temen ngga lebih dari itu."

Gue menghelah nafas sekuatnya, "Lor... Nasib baik siih. Gue kcakpeyan mikian pasal lo!"

"Kakak dapat tau dari mana? Sama Kakak Samuel ya?"

Aku mengangguk.

"Udah, kak. Nggak usah dimikirin. Besok jugak papa mau Dirna kenalan sama cewek itu. Bakal isteri gue. Da da... Mo tidur dulu!!"

Dirna melemparkan dirinya ke katilnya. Baru aja melelapkan mata udah tidur. Hai Dirna-Dirna.. Bikin orang kaget aja. Gue jugak mau lihat siapa bakal isterinya nanti...



Thursday, June 21, 2007

Sekolah tamat. Kami bertiga, gue, Samuel sama Rio perhatiin Gino yang sedang menunggu cewek bernama Sanano yang hari tu mau kenalin gue. Gino keliatannya gelisah kerna Sanano lambat gitu. Ya! Itu pun Sanano keluar. Bagi simpulan senyum lagi.

"Kayaknya gratis juga ya cewek tu," kata Samuel sambil menggaru dahinya yang ngga gatal.
"Gratis itu gratis.. Tapi lo boleh tahan sama cewek materialistik?" ugut gue.
"Kalo yang materialistik tu gue kagak mau dong! Bazirin langsung uang gue... Mau beli barang sendiri pun kagak cukup," kata Samuel.
"Mmm.. Iyalah tu," kata gue.

Gino masih kali berpegang tangan sama Sanano. Sanano pula begitu rapat-rapat bener. Rio kata," Sori banget ya.. Gue lagi ada latihan ni. Daah dulu ya!!" Rio terus nunggang basikalnya dengan laju.

"Dar, mau ngga gue hantarin lo pulang?" Samuel bertanya. Gue ngangguk, "Boleh juga tu..." "Ya tapi jangan lupa jemputin gue minum di rumah lo," kata Samuel.

Sampe aja di rumah, aku menjemput Samuel masuk ke dalem. Bokap ada di dalem masih sibuk mengemas. Samuel menyapa Papa.

"Samuel? Dari sekolah ya? Kok lewat di sini? Emangnya ada apa?" tanya Papa.

"Enggak siih, paman. Cuman mau singgah-singgah aja. Lagian di rumah nggak ada siapa-siapa. Purda pergi jalan-jalan sama temen-temennya." jawab Samuel, duduk di sofa.

"Oh, begitu. Kalo gitu, tunggu sebentar ya. Paman pergi bancuh air tehnya." kata Papa, permisi untuk pergi ke dapur.

Aku pun duduk di sofa. Aku menghelah nafas bukan kerna kecapekyan tetapi haus. Dirna belum pulang kerna katanya hari ini dia mempunyai latihan tennis. Mungkin minggu depan ada perlawanan tennis. Rio jugak mungkin aja praktis bola keranjang kerna perlawanannya jugak akan tiba.

"Purda umurnya berapa sekarang?" tanay gue tiba-tiba.

"Sebelas. Kenape lo tanya tiba-tiba?"

"Nggak apa-apa. Cuma mo tau aja. Oh, maknanya sama umur dengan Dirna," kata gue.

"Asal lo tau ya. Purda itu suka adik lo. Dia selalu aja kata yang Dirna itu cakep, pintar, pendiam nggak banyak bicara dan sopan lagi. " sampuk Samuel.

"Bener kata lo? Masa siih sepupu lo suka sama Dirna? Bukan kah dia itu cewek yang suka cowok keren bukan yang pintar?"

"Iya. Tapi keliatannya dia 'syok' siih sama Dirna. Mungkin aja kali Dirna ada buat 'sesuatu' yang membuatnya jatuh cinta gitu..." pikir Samuel.

"Mungkin kali ya," setuju gue.

"Air udah sampe!! Jemput minum ya, Samuel." jemput Papa.

"Makasih, paman. Uiss.. Sedap bangeeet!!!" puji Samuel, dia meneguk air itu sehingga habis. Kemudian dia pun permisi untuk pulang. Katanya ada latihan Karate petang ini. Dan kakeknya nyuruh dia pulang cepet sebelum pukul 4.

"Papa, mo tau nggak. Purda suka sama Dirna...." kata gue.

"APA??"



Monday, June 4, 2007

"Benci! Benci! Benci!" rungut Sahordi. Dia temen sekelas gue. Dia emangnya duduk sebelah gue. Sahordi agak terteken dikit bila dimarahin sama guru-guru. Ya, apa yang tidak selalu aja bikin masalah. Walaupun gue udah nasihatin dia, tetep aja bikin. Iskhh.. Malas la kalo layang orang kayak gini lebih baek baca buku.

Sahordi masih aja merungut. Krriingg!! Waktu rehat udah tiba. Masanya gue untuk beli makanan. Gion masih tertidur dengan air liurnya membasahi seluruh mejanya. Semua nggak mau ngejutin dia, gue juga yang harus bangunin dia. Gue memukulnya dengan buku gue, "Gion, bangun dong!!! Katanya mau makan! Udah gue ngejutin ni.." Gion masih aja belum bangun. Eeehh... Tidur mati kali ini ya. Truss Samuel sama Rio dateng. Samuel dengan Rio bukan temen sekelas gue tapi temen gue dari kecil lagi. Kita pernah kelas sama tapi itu pun kalo nasib. Samuel orangnya lucu dengan rambut 'punk'nya emang nggak boleh kalah sama orang laen. Oh ya, dia anak mafia katakan. Dia serta Karate sama Sahordi. Mereka berdua emang pantang kalo bertemu, mesti aja berantem apalagi kalo di Karate. Pukul aja abis-abisan. Samuel pulak jenis orang yang nggak suka mengalah apalagi diberi kasihan. Diberi kasihan itu hanya untuk CEWEK katanya. Kalo Rio pulak orangnya tegas deh. Cukup popular dengan kecakepannya, kepandaiannya, kerajinannya dan kelembutannya. Dia meyertai kumpulan bola keranjang 'basket ball'. Masuk aja pertandingan pasti aja rame cewek-cewek mengerumunin tempat itu hanya semata-mata mau ngeliatin dia an nyokongin dia. Itulah yang membuat Gion cemburu.

"Kenapa sama Gion ni?" tanya Rio.
"Nggak tau lah. Tidur mati kali." gue kata.
"Biarin aja dia! Biar kapok makanan di kantin habis..." sepat Samuel.
"Ok la." gue setuju.

Sampe aja di kantin, gue sama Rio dengan Samuel beli mee goreng. Kita ngobrol-ngobrol tentang perlawanan sepak bola antara Liverpool sama Mancherster. Keliatannya Mancherster yang menang. Samuel dengan semangatnya ceritain ke kita dengan mulutnya terbuka luas kayak mau semua orang dengar. Sedang asik ngobro-ngobrol, Gion dateng ke kantin dengan keliatan marah banget gitu.

"Dar! kan gue bilang sama lo supanya kejutin gue!"
"Udah dia kejutin kamu. Tapi lo malah lagi tidur. Aah! Nggak usah makanlah. Layan aja mimpi lo yang enak tu." kata Rio.

Gion menarik muka masamnya. Kayak marah banget!!! Dia ngga usah di pujukin kerna sebentar aja merajuknya. Kalo ngga hari ini mungkin besok. Gion pun mengambil tempat duduk di sebelah gue. Sepertinya dia mau sesuatu daripada gue. Gue, Samuel sama Rio hairan meliatnya.

"Lo mau apa?" tanyaku. (Sepertinya dia deket-deket banget sama gue!!)
"Gue... Gue..." jawabnya tersekat-sekat.
"Lo mau apa sih!!" kata Samuel dengan nada yang keras dan marah.
"Gue mau minjam uang sama lo, Dar!!"
"APA!!! Emangnya lo ngga punya uang??" kata Rio.
"Boleh dong!! Pleazeee..." rayu Gion.
"Gue tau kenapa lo mau minjam uang sedangkan lo cukup untuk beli makanan." kata gue.
"Apa dia?" tanya Samuel.
"Mau tau??" kata gue.
Samuel sama Rio mengangguk dengan sungguh-sungguhnya. Gion mula gelisah dan dia juga ingin tau gi mana gue dapet tau.

"Begini. Selepas aja habis sekolah, Gion mau pergi jalan-jalan sama satu cewek ni. Dia takut mungkin uangnya ngga cukup bagi si cewek ni kerna cewek 'mata barang'. Dikhawatirin cewek tidak mau keluar sama dia lagi. Sebab itu puncanya dia mau minjamin uang gue. Bukan begitu, Gi?"

Gion terdiam. Mukanya merah padam habis-habisan. Lidahnya kelu namun masih aja dia mengangguk, "Gue ke tandas dulu ya."

"HuaHAHAHAH" Kita semua ketawa terbahak-terbahak.
"Emangnya lo kata bener?" tanya Samuel masih lagi ketawa menghentak-hentak meja makan.
"Kalo dia diam bererti gue bener la!!" kata gue..
"Gi mana lo tau dan di mana mendapatkan idea tu?" tanay Rio bergelak.
"Sebenarnya cewek tu yang mau kenalin sama gue. Tapi gue bialn dia yang gue udah punya pacar. Jadi diajadian sama Gion la. Cewek tu yang bilang ke gue yang esoknya Gion bakalan ajak dia keluar jalan-jalan lepas abis sekolah." jawab gue pajang lebar.
"Oh jadi kamu hanya main kata-kata sama dia ya?" tanya Rio. Gue mengangguk.
"Hahaha... Pantesan aja." kata Rio.



Wednesday, May 30, 2007

"Tadaima!!"

Itu bahasa Jepang. Maknanya 'aku udah pulang!!" gitu. Papa yang di dapur menyahut.

"Okairi nasai. Udah pulang? Kok lambat? Lewat di kedai buku ya? Kok ngga nelpon papa?"
"Lupa deh, pa. Lagian tengah khusyuk deh baca buku."
"Buku apa kali ini?"
"Buku ini."

Aku memberikan papa buku 'Hutang sayang!!' Papa liat buku itu dengan membuat muka aneh.

"Buku apaan ini? Tentang hutang? Emangnya dia punya hutang sama siapa?"
"Begini ceritanya. Nama lelaki tu Aswo. Lelaki cakep katanya. Trus dia punya tiga istri. Tapi ketiga-tiganya ngga tau yang dia udah beristri. Istri pertama lewat 27 tahun gitu-gitu, istri kedua lewat 22 gitu-gitu dan istri ketiga umurnya baru 17 tahun...."

Aku berenti sebentar kerna aku sedang meneguk segelas air.

"Jadi... Dia punya banyak hutang terhadap istri pertama dan kedua."
"Mengapa begitu? Banyak hutang kerna pinjam duit?"
"Bukan begitulah. Begini, kerna dia selalu spend time sama istri yang ketiganya. Dia ngga pulang selama seminggu. Alasannya banyak kerja truus aja. Jadi dia sudah berhutang sama mereka bukan kerna wang tapi melapangkan masa dengan mereka gitu!"
"Oh baru papa paham. Kalo gitu, papa mau pinjam selepas saja kamu selesai baca. Udah makan?"
"Belum, pa. Kakyaknya perut mau pecah ini. Buatin Darma coklat panas ya. Udah kedinginan ni."
"Ya udah. Nah, ni biskut kegemaran kamu."

Ah, itulah papa gue. Hehehe... Dia suri rumah tangga. Sebenarya dia punya kantor sendiri cuma perkerjaannya ngga begitu sibuk seperti mama. Dialah yang menjaga kami dua adik-beradik. Dia yang menanggung semua dapur-dapur dan rumah. Kayak ibu rumah tangga gitu. Rame temen-temen amazed gitu terhadap papa gue. Kata mereka, cowok kan harus berkerja bukan menjadi suri rumah tangga. Gue hanya menahan ketawa kerna gue ngga tau jawapannya. Gue boleh kata yang gue rapat sama papa. Dia kayak mama-mama yang lain. Dia suka belain rambut gue. Papa banyak ngobrol sama kami tentang kehidupan dan lain=lain. Selain itu dia juga minat apa yang kita suka. Ngga dikit pun tidak. Cuma kalo kita nyalah guna, pasti aja dia melenting!

Kalo mama, mama sibuk banget. Tapi sesibuk mana pun dia tetep tidak lupain kita semua. Dia nanya kabar kita semua. Kadang-kadang dia pulang kerna terlalu kangen sama kami walaupun kerja-kerjanya belum selesai. Papa akan mengomel mama dan mama truss nangis. Papa trus jadi kapok dan mujukin mama. Lucu banget kalo papa mujukin mama.

Satu lagi di keluarga adalah adik gue yang baru aja umur 11 tahun. Dirna. Itu adalah namanya. Bukan cewek tapi cowok. Namanya Dirna kerna ibu suka kan nama itu walaupun pendapat papa nama itu hanya untuk cewek. Dirna orangnya kayak gue. Suka membaca dan menulis. Tetapi paling ia suka ialah melukis. Selepas ke kedai buku pasti aja dia akan ke Art Shop untuk liat update-update yang ada di sana. Lukisannya gratis lagi-lagi dia lukis gambar keluarga kita. Emang mirip!

"Tadaima!!"

Aku pun menjenguk ke luar dapur. Aku kenal suara itu kok kerna itu adalah Dirna. Pasti baru pulang dari Art Shop.

"Dari Art Shop?"
"Iya."

Apa gue kata! Benarkan?

"Ada apa yang baru di sana?"
"Ngga ah. Cuma liat-liat aja. Kak, gi mana?"
"Kak lagi pinjam buku 'Hutang sayang!!'"
"'Hutang sayang!!'? Buku apa itu?"
Nah, kalo mau tau!"

Gue pun memberinya. Dirna membaca dengan telitinya. Kemudian dia tersenyum.

"Waah!! Kak, kayaknya bagus deh. Boleh pinjam?"
"Isskh... Gi mana ya?" Aku menggaru kepalaku.
Mata Dirna terkebil-kebil kehairanan melihat gue menggaru kepala kayak monyet.
"Emangnya ngga boleh kak?"
"Bukan gitu. Papa mau baca juga. Tapi jangan bimbang dong. Sok gue bilang sama pembayar tu dan gue akan beli buku ini. Dan lo sama papa boleh baca sepuasnya!"
"Makasih, kak! Waah cookies! Mau dikit?"
"Ambil aja."

Kami ngobrol-ngobrol dan papa muncul ke dapur dengan muka marah-marah gitu. Kami pun agak siih terkejut.Dirna lagi, kasihan, baru aja pulang dimarahin sama papa.

"Siapa punya kerja ini?"
"Siapa apa, pa? Datang dapur kok marah-marah!"
"Papa tanya siapa kotorin baju papa, hah??"

Aduh! Mampuuss gue. Gue yang kotorin. Sebentar. Sebelum ke sekolah, gue cari baju sekolah gue, gue cari dalam masa ribut gitu. Gue cari baju itu di luar yang baru saja tersidai. Nasib baik udah kering. Akibat salah baju, gue pun campak tanpa perasan yang baju tu adalah baju kegemaran papa!

"Err... Err.. Saya, pa."
"APA!!!!!"
"Tapi saya kok ngga sengaja!! Masa tu saya lagi ribut cari baju!"
"Kalo gitu jangan campak dong baju papa!!!"
"Arrgghh!!!"



Tuesday, May 29, 2007

Hai! Gue Darma. Gue masih sekolah SMA di Kasokawa High School Boys. Sekolah Kasokawa hanya terhad dalam lelaki-lelaki aja. Gue sebenarya orang Jepang tetapi bisa dong berbahasa indonesia itu pun oleh kerana keluarga kami selalu berbahasa indonesia. Sekarang kami di Jepang cuma... Sekolah Kasokawa kebanyakakkan menguasai bahasa Jepang, Indonesia dan Inggris. Jadi kita semua bisa berbahasa tiga bahasa.

Disini gue diri termangu menunggu Gino membeli air bubble tea untuk kami. Gino keriangan membawa air itu kemudiannya dia menghulurkan air tersebut. "Kok lambat banget!! Emangnya rame orang di sana?" tanyaku masih lagi melipat lenganku. Gino ketawa terbahak-bahak, "Ngga siih. Cuma... gue lagi liat cewek-cewek yang berlumuran di sana." Aku hanya mendengus. Sesekali gue ingat bahawa gue mau gi kedai buku. ah! suruhin aja Gino temenin gue! Tapi kalo Gino temenkan, pasti aja dia pasang mata liat-liatin cewek-cewek yang ada di kedai buku. Pasti aja ngerepotin...

"Gino, mau ngga lo temenin gue ke kedai buku?"
Gino hanya terdiam. Hanya kedengaran dia siup-siup bubble tea.
"Gue ngga paksain lo... Itu pon kalo lo ngga keberatan."
"Gue ikut! Gue ikut!"
"Ya udah! Cepetan habisin air itu. Kalo tidak, ngga bleh masuk."
Terus aja Gino cepet-cepet habisin air itu kemudian dia melemparkan bubble tea ke tong sampeh. Gol! jeritnya kesukaan.

Gue menatap buku-buku yang tersusun rapi oleh pengemas di rak-rak berwarna coklat kehitam-hitaman. Lalu gue mengambil satu buku bertajuk 'Hutang sayang!!'. Kayaknya bagus deh! Liat aja susunan bahasanya. Hemm.. Siapa siih penulisnya? Akbir Santono. Bekas guru di Universiti Ikmasara. Gue pernah siih denger nama dia. Ok deh, gue ambil aja... Dari jauh, gue dapet liat si Gino masih memerhatikan cewek-cewek walaupun dia nampaknya baca buku. Secara tiba-tiba gue liat satu cewek yang mewarna rambutnya merah mengetawakan Gino. Gino tertawa balik. Ngga tau ngapa cewek itu menertawakannya. Rupa-rupanya, Gino baca buku terbalik. Hahahaha!! Saakkkiiittt perruuut gue! Geli hati deh! Dasar bego lo, Gino! Itu menunjukkan yang lo ni hanya dateng untuk peratiin cewek-cewek cakep. Gue pun ngambil duduk di sebelahnya.

"Gino, Gino. Lo emang dasar bego sih."
"Ngapain kata-kata gue bego?"
"Apa tidak? Lo tu, kalo mau liat cewek-cewek maitain dikit dong! Pake otak! Jangan buat lo malu sendiri!"
"EEii... Lo siih. Jangan pake nasehat-nasehat dong! Urusin lo sendiri."
"Iya..Iya tu. Gue baca dulu ya."
"Gue ke tandas dulu."
Gino merengus dan meninggalkan gue. Sedang asyik-asyik baca, ada satu cewek berambut tocang menanya gue, "Maaf ya, mas. Mau tumpang tanya."
"Ya. Emangnya ada apa?"
"Mas, boleh ngga minta nomornya? Nomor hape'."
"Boleh. Boleh. Emang kenapa. Ada apa?"
"Bukan apa. Mau kenal-kenalan dong. Masa siih ngga tau zaman sekarang cewek boleh ngorat cowok terlebih dulu."
"Mau kenal-kenalan ya. Boleh. Tapi hanya sekedar temen. Ngga boleh lebih daripada itu."
"Kenapa? Udah punya pacar ya?"
"Hmm.. Udah."
"Ngga apa-apa deh. Sekedar temen pun cukup."
"Ya udah. Oh, nama saya Darma."
"Nama saya Sanano. Oh ya, nomor temen kamu tadi???"
"Oh ya. Ntar ya. Ya udah."
"Thanks banget ya. Daahh!!"
"Daah!!"

Cewek yang bernama Sanano pun ninggalin gue. Pikir-pikir mau apa siih dengan nomor hape gue sama Gino. Ya, lupain aja. Gua pun nyambung bacaan gue. Tiba-tiba aja si Gino tu muncul dan tanya gue.
"Tadi ada apa sama cewek tu?"
"Hmm... Dia minta nomor hape."
"Nomor hape? emangnya mau kenalan ya? Aduuh, mampos reputasi gue. Gue kalah sama lo, Darma!"
"Bukan gue aja. Tapi lo jugak."
"Apa? Apa lo bilang?"
"Gue bilang... Yang dia bukan hanya sekedar minta nomor gue tapi lo jugak! Lo ni budek ke apa?"
"Sssyy... Jangan terlalu kuat dong! Wahh, kayaknya gue ada 'samboi' baru! Makasih ya, Darma. Lo udah kasiin dia nomor hape gue. Muaahhh!"
"Iiih.. Kelut banget siih lo. Jangan cium gue. Orang liat tau!"

Tapi Gino ngga menghiraukan gue. Langsung aja dia lari. tetapi gue pun mau pergi deh. Udah masanya untuk pulang. Sudut itu, gue liat perubahan dan perkembangan remaja sekarang ini.
"